Rukun Qalbi Dalam Shalat

Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

“Allah tidak melihat rupa lahir kamu dan jasad kamu, tetapi Allah melihat hati-hati kamu”.

Artinya, bila keduanya, lahir dan batin itu dapat ditegakkan, maka yang Allah lihat dan nilai adalah yang batin. Akan tetapi bila hanya yang lahir saja ditegakkan, maka kalau ibarat manusia ia seperti kerangka tanpa nyawa atau bangkai yang bukan saja tidak ada nilai apa-apa, bahkan busuk dan menjijikkan.

Rasulullah SAW bersabda yang maksudnya:

“Barang siapa menunaikan shalat pada waktunya dan melengkapkan wudhuknya serta menyempurnakan rukuknya, sujudnya dan khusyuknya, nescaya shalat itu akan terangkat (ke atas langit) dalam keadaan putih dan cemerlang. Ujar shalat itu, “Semoga Allah memelihara engkau sebagaimana engkau memelihara aku”. Barangsiapa menunaikan shalat di luar waktunya dan tiada pula melengkapkan wudhuknya serta tiada menyempurnakan rukuknva, sujudnya, dan khusyuknya nescaya shalat itu akan terangkat (keatas langit) dalam keadaan hitam legam. Ujar shalat itu, “Semoga Allah menyia-nyiakan engkau sebagaimana engkau menyia-nyiakan aku”. Apabila ia telah sampai ke tempat yang ditetapkan oleh Allah, maka iapun dilipat-lipat sebagaimana dilipatkan baju-baju yang sudah koyak lalu dipukulkanlah shalat itu ke muka orang yang mengerjakannya”.

Oleh karena itu dimulai bila kita mendengar adzan, bayangkan dalam fikiran seperti panggilan di hari kiamat untuk menemui Tuhan Rabbul Jalil.

Sayidina Umar Ra terlihat selalu menggigil bila mau mengerjakan shalat. Bila ditanya oleh Sahabat yang lain akan hal itu, maka dijawabnya, Tdk tahukah engkau siapa yang akan aku hadapi sebentar lagi?,”Aku akan berhadapan dengan Tuhan Yang Maha Besar dan Maha Agung“. Jadi ketika inilah kita bisa mengenali diri kita dengan menilik hati kita sendiri pada saat mendengar adzan.

 

Minimal ada 3 golongan manusia berdasarkan rasa hatinya pada waktu mendengar adzan:

1. Hatinya kesal karena mesti mengerjakan ibadah shalat yang padanya meletihkan dan membosankan

2. Hatinya suka dan senang karena dapat peluang untuk mengumpuikan pahala, fadhilat, dan keberkatan shalat

3. Hatinya merasa cemas dan resah karena takut tidak dapat melaksanakan perintah shalat dengan tepat sebagaimana yang telah ditentukan Tuhan. Tapi ada rasa harap Allah dengan kasih sayangNya mau menerima ibadahnya ini. Sehingga dia shalat membawa hati yang harap-harap cemas.

Peringkat yang ke tiga inilah yang merupakan persiapan awal yang dapat memandu seorang untuk mengerjakan shalat dengan penghayatan dan penjiwaan sepenuhnya sehingga ia berkesan kepada sikap dan tingkah lakunya di luar shalat. Hal ini terjadi berkat proses di dalam jiwanya itu tadi menyebabkan sifat-sifat jahat (mazmumah) itu terungkai sehingga bersih dan sucilah jiwanya.

Kemudian pada waktu berwudhuk hendaklah dirasakan bahwa setiap geraican yang dilakukan itu seperti kita sedang mensucikan ruh yang menjadi inti daripada diri kita itu. Dengan membaca doa-doa ketika berwudhuk maka kita diingatkan bahwa sebenarnya bukan yang lahiriah itu saja yang perlu disucikan, tetapi yang batiniah tentu lebih utama lagi untuk disucikan, karena ia adalah tempat jatuhnya pandangan Tuhan serta tempat penilaian diterima atau tidak ibadah kita itu. Ingatlah firman Allah dalam surat al Ma’un: .Fa wailullil musholin

Artinya : “Neraka Wail akan Allah anugerahkan kepada mereka yang lalai (hatinya) dalam mengerjakan shalat

Dalam mengerjakannya, sesalilah segala keterlanjuran yang telah dilakukan o!eh setiap anggota tubuh kita, dan berazamlah untuk tidak mengulanginya lagi sebab ia hanya akan mendatangkan kemurkaan Tuhan yang telah menciptakan kita ini, dan Tuhan yang sama juga tempat kita kembali untuk mempertanggungjawabkan segala perbuatan kita lahir dan batin satu saat nanti mau tidak mau.

Sedangkan pada waktu kita menghadapkan wajah kita ke Baitullah hendaklah dirasakan bahwa segala aktifitas kiia lahir dan batin semenjak saat ini hanya akan diarahkan kepada satu arah saja, yaitu kepada Allah SWT yakni untuk mencari keridhaanNya. Apakah itu urusan diri, keluarga, kemasyarakatan dan di bidang apa saja seperti ekonomi, kebudayaan, hiburan, sosial, politik, dan lainnya. Artinya, apa saja kegiatan kita akan diselaraskan dengan ketentuanNya, yaitu kita akan:

1. Meluruskan niat kita, yaitu hanya untuk tujuan mendapat kasih sayang dan keredhaanNya,

2. Mengawal agar pekerjaan atau perbuatan itu benar-benar hanya yang direstui dan dibolehkan oleh Tuhan

3. Menjaga agar jangan sampai pekerjaan itu melanggar rambu-rambu Tuhan seperti terlibat dengan penipuan, judi, penindasan, pembaziran, serta perbuatan mungkar lainnya.

4. Memastikan agar hasil dari usaha-usaha kita itu, seperti harta , pangkat dan apa saja kemudahan akan disalurkan melalui saluran yang telah diaturkan oleh Allah SWT untuk mengagungkanNya serta membesarkan agamaNya lagi.

5. Mengelakkan agar jangan sampai tertinggal ibadah-ibadah asas seperti shalat yang wajib, puasa, zakat, haji, belajar fardhu ain, menutup aurat, dll selama melaksanakan aktifitas itu.

Dengan demikian didalam maupun diluar shalat wajah lahir dan batin kita dapat menantiasa kita hadapkan kepada Allah SWT. Nabi SAW bersabda yang maksudnya:

“Bila seorang hamba berdiri untuk shalat, sedangkan fikirannya, wajahnya, dan hatinya menghadap kepada Tuhan, keadaannya kembali bersih bagaikan di hari ia dilahirkan ibunya”.

Apabila kita berdiri tegak untuk memulai shalat hendaklah dirasakan kita sedang berhadapan dengan Allah Yang Maha Agung dan Maha Kuasa itu di padang Mahsyar, yaitu di hari Pengadilan Agung dimana kita sedang diadili. Sedangkan Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui apa yang kita lakukan baik perbuatan anggota lahiriah kita seperti mata, telinga, mulut, hidung, tangan, kaki, serta kemaluan, maupun anggota batiniah kita seperti hati dan fikiran kita, bahkan lintasan-lintasan hati kitapun tiada yang tersembunyi dari pandangan dan pengetahuanNya. Coba bandingkan bila kita seperti sedang berhadapan dengan seorang raja atau presiden. tentu kita rasa gemetar, cemas, atau mungkin takut dia mengetahui kesalahan-kesalahan kita. Hendak mengubah posisi lengan atau kaki kitapun rasa cemas dan takut tak beradab sehingga akan menimbuikan kemarahannya. Akhirnya, keringat dingin mengucur di badan kita. Padahal, dia Sejenis dengan kita, yaitu manusia juga. Sedangkan Allah lebih hebat dan lebih agung daripadanya, bahkan Maha Hebat dan Maha Agung sebab dialah pemlik seluruh alam ini termasuk diri kita yang kerdil dan hina ini. Sepatutnya rasa-rasa tadi beribu kali ganda bermain di dalam hati kita. Sehingga rasa-rasa itulah yang akan memagari jiwa dan fikiran kita dari memikirkan hal-hal lain yang tidak ada sangkut paut dengan ibadah shalat itu sendiri. Rasa-rasa itu jualah yang akan memecut-mecut sifat sombong dan keegoan kita untuk hanya tunduk dan patuh kepada segala apa yang diperintahNya dengan meninggalkan di belakang segala gelar-gelar kebesaran, pangkat serta jabatan dan segala sesuatu yang dengannya selama ini telah menyebabkan kita membelakangkan Tuhan dalam segala hal.

Kemudian pada waktu membaca Bismillahirrahmanirrahim tanamkanfah dalam hati bahwa Allah yang memiliki segala-galanya ini termasuk diri kita, dan kesempatan seria keupayaan untuk mengerjakan apa saja termasuk ibadah shalat ini telah, dengan sifat­ Rahman dan RahimNya, memberikan kepada kita segala bentuk nikmat duniawi yang sedang dan telah kita rasakan, walaupun kita membalasnya dengan keengganan melaksanakan perintahNya, atau memilih dan memilah-milah mana yang mau dikerjakan dan mana yang nafsu kita tak mau kerjaKan atau bahkan dengan kedurhakaan dengan melakukan apa yang dilarangNya secara sengaja, akan tetapi nikmat-nikmat itu tak pernah di tarikNya walaupun sesaat dari diri kita. Dan bila kita bertobat diatas segala dosa dan kesalahan kita itu maka Dia jualah yang akan bersegera memberi laluan dan jalan seluas-luasnya untuk kembali kepadaNya. Itulah Allah Yang Maha Pengasih laci Maha Penyayang. Patut sekali rasanya kalau setelah kita menyadari sedalam-dalamnya hal ini kita bersyukur dengan mengucapkan ayat yang kedua yaitu Alhamdulillahi Rabbil `Alamin, yaitu segala puji hanya bagi Allah Tuhan Penguasa Tunggal sekalian alam. KepadaNya lah segala puja dan puji itu sepatutnya dikembalikan karena memang Dialah saja yang berhak memilikinya. Selain Dia tidak ada yang layak menerima pujian. Sebab segala sesuatu yang ada di dalam alam ini bersumber dariNya. Tanpa kudrat dan IradatNya tak akan berlaku sesuatu perkara itu, tak akan turun setetes embun, tak akan bergerak sebiji debu, tak menukik seekor burung, tak akan meletus sebuah gunung, tak akan naik mentari pagi, tak akan turun tirai kegelapan malam, tak akan mampu kita membuka kelopak mata kita, dan tak akan mampu kita menjentikkan jari kita. Memang Dialah segala-galanya, Dia patut disembah, dipuja dan dipuji.

Kemudian pada saat membaca malikiyaumiddin yang artinya Penguasa di hari Pembalasan, bayangkaniah di dalam hati kita di hari itu, dimana seluruh manusia dikumpulkan dari manusia yang pertama yaitu Nabi Adam As. hingga orang yang terakhir lahir ke dunia ini. Semua akan dihisab setiap apa yang dikerjakannya di dunia ini. Tiada satu perkarapun yang tersembunyi dari pengetahuan Allah. Di waktu itu muiut kita terkunci rapat-rapat, tangan, kaki, mata, kemaluan, teiinga dan hidung kitalah yang berbicara tentang apa saja yang pernah dilakukannya. Apabila yang diperkatakannya yang baik-baik, kita masih bisa tersenyum. Akan tetapi apabila perkara-perkara -yang makruh, yaitu perkara yang walaupun tidak haram tetapi Allah benci, yang dibongkar, mulai terasa betapa malunya kita di waktu itu karena hal itu disaksikan oleh semua orang yang hadir dalam perhimpunan akbar manusia yang tak akan pernah terulang sekali lagi itu. Digambarkan dalam kitab karena sangat malunya aib-aib kita diperlihatkan kepada semua orang, sehingga luluh dan runtuhlah kulit muka kita karena tak sanggup menahan malu. Sehingga ada manusia yang minta disegerakan saja masuk ke dalam neraka, padahal di dalam Neraka itu siksanya jutaan kali ganda dahsyat dan pedihnya lagi, na’udzubillahi -min dzalika. Padahal itu belum lagi dibuka dan dipertontonkan perkara­perkara haram yang kita lakukan, yang tentunya rasa malu itu tak mungkin dapat digambarkan lagi akan kedahsyatannya.

Begitulah sekelumit gambaran suasana di Padang Mahsyar yaitu di Hari Pembalasan di mana tidak ada tempat mengadu kecuali hanya kepada Penguasa Tunggalnya yaitu Allah Rabbul Jalil saja. Bila kesadaran ini sudah menjunam ke dalam hati kita maka barulah kita mengucapka ikrar kita kepadaNya, “iyyakana’budu wa iyyaka nasfa’in”. Hanya kepadaMu lah kami menyembah dan hanya kepadaMu lah kami memohon pertolongan. Disini kita mengucapkan satu janji bahwa dalam apa saja perbuatan kita selepas ini akan dilakukan semata-mata hanya untuk Allah jua dan sesuai dengan apa yang telah digariskanNya. Dalam beribadah, bermasyarakat, bekerja, berekonomi, berhibur, berpakaian, dan apa saja perbuatan kita, bahkan sampai beristirahatpun adalah untuk Allah dan akan dijalankan sesuai dengan apa yang telah diperintahkanNya. Yaitu, dengan meniru sunnah Rasulullah SAW utusanNya dan contoh ikutan yang terbaik. Dan bila kita menghadapi kesulitan kita akan memohon pertolongan daripadaNya saja dan dengan cara yang la redhoi saja. Oleh karena begitu besar dan beratnya pekerjaan yang akan kita hadapi itu maka selepas itu I:ita memohon kepadaNya, “Ihdinasshiratal Mustaqim”, yaitu tunjukkanlah kami jalan yang lurus dan benar yang dapat menyelamatkan kami di dunia dan di akhirat. Sebab dengan akal dan fisik yang lemah lagi dhaif ini tentu kami akan tersesat. Telah Engkau tunjukkan orang-orang yang lebih hebat dari kami, yang tanpa kasih sayang dan redhaMu mereka telah gagal dalam hidupnya. Apalah yang dapat kami buat tanpa Mu ya Allah. “Shiratalladzina an ‘amta `alaihim”, yaitu jalan yang telah ditempuh oleh para Nabi dan Rasul, para Sahabat Nabi, tabi’in, dan tabi’uttabi’in serta para mujaddid, para ulama yang beramal dengan ilmunya, para kekasih-kekasih Allah dan orang-orang soleh. yaitu mereka yang telah Engkau beri nikmat berupa hidayah dan taufik yang telah menuntun mereka sehingga pergi menghadap Engkau dalam keadaan Engkau redha kepada mereka dan merekapun redha terhadapMu. “Ghairil maghdhubi `alaihim waladhdhallin”, bukan jalan yang Engkau murkai, yaitu jalan kesesatan yang akan membawa kami kepada kesengsaraan di dunia dan kesengsaraan yang tiada akhir di akhirat kelak.

Terimalah permohonan kami ini ya Allah amin.

Kemudian pada waktu rukuk, dengan diawali takbir yang berupa penegasan akan kebesaranNya, maka kita menghinakan diri kita dihadapanNya dengan merendahkan letak kepala kita hingga setaraf dengan tempat pembuangan kotoran-kotoran dari badan kita. Kemudian kita bertasbih kepadaNya mengagungkanNya agar rasa hina diri itu benar-benar dapat terpateri ke dalam hati kita, dengan ucapan:”Maha Suci Engkau ya Allah Tuhan yang Maha Agung dan segala puja dan puji hanya kupanjatkan kepadaNya saja”.

Kalau kita renungkan memang tiada apa yang hebat pada diri kita ini. Apa yang keluar dari badan ini semua kotoran yang menjijikkan. Kalau air yang keluar dari kulit kita keringat namanya. Baunya asam dan menjijikkan orang lain. Yang keluar dari telinga juga bau busuk dan menjijikkan . Apabila keluar dari hidung, ingus namanya atau kotoran hidung, tiada siapa yang suka, bahkan yang empunyapun tidak suka. Begitu juga yang keluar dari mulut seperti air liur, apalagi kalau ia keluar waktu tidur makin busuk baunya dan najis hukumnya. Apalagi kalau muntah dari perut lebih menjijikan lagi. Air mata walaupun tidak busuk tetapi tetap dipandang jijik dan tidak digemari. Apa lagi yang keluar dari dua jalan kubul dan dubur, bukan saja sangat busuk dan jijik, bahkan najis lagi kotor dan dapat merusak ibadah kita, mengotorkan dan mencemarkan udara dan dapat menggangu kesehatan manusia serta mengganggu ketenteraman lingkungan.

Begitu juga dengan penyakit-penyakit yang ada di tubuh manusia itu seperti kudis, borok, panu, kurap, bisul, kanker yang mana semua tu akan membuat tubuh menusia itu lebih kotor dan menjijikan lagi. Hal ini membuat manusia itu lebih-lebih lagi tiada harga dan nilai dirinya. Artinya, kalau hanya badan lahiriah itu saja yang dijaga dan dipertahankan keindahannya tak ada yang dapat dibanggakan oleh manusia itu sendiri karena pada asalnya badan ini penuh kekotoran dan kebusukkan.

Jadi, bila ini disadari dan dijiwai maka barulah terasa perlunya nilai yang lain yang lebih hakiki, yaitu taqwa untuk diusahakan dan dikejar dengan suungguh-sungguh. Yakni dengan membesarkan dan mengagungkanNya serta menghinakan diri sehina-hinanya dihadapan Tuhan. Karena orang yang paling merasa hina dihadapan Tuhannya itulah yang paling mulia dan agung pada pandangan Allah SWT.

Sesudah itu kita bangkit untuk Iktidal dengan harapan agar Tuhan mengasihi kita yang sangat hina dina ini dengan ucapan, “sami’allahu liman hamidah”, Allah mendengar akan orang yang memuja serta memujiNya. Kemudian kita sambung dengan ucapan,”ra,bbana lakal hamdu”, Ya Tuhan kami, bagiMulah segala puja dan puji. Kemudian ditambahkan lagi dengan ucapan, “milus samawati wa mil ul ardhi’, yakni seluas langit dan seluas bumi.

Seteiah itu, bila kita sujud, maka inilah puncak penghinaan diri kita terhadap Allah SWT. Sepatutnya disini habislah seluruh keegoan serta kesombongan diri kita. Apa dan siapalah diri yang hina ini yang diciptakan dari air mani yang hina yang kalau tumpah ke jalan, itikpun talk mau menyentuhnya. Yang lahirnya ke dunia melalui saluran tempat keluarnya air najis. Manusia yang kemana-mana walaupun tinggal di istana emas sekalipun, membawa tabung berisi najis kotoran yang jijik dan memuakkan di dalam perutnya. Apalagi apabila manusia itu mempunyai hati yang penuh dengan sifat-sifat jahat seperti cinta dunia, pemarah, sombong, jahat sangka, hasad dengki, pendendam, bakhil, dll yang akan menyebabkan ia melakukan tindakan-tindakan yang tidaK terpuji seperti mencuri, berbohong, korupsi, manipulasi, mengumpat, memfitnah, bergaul bebas, membunuh, dll. Artinya, kalau begitu bukan lahiriahnya saja yang buruk dan kotor, tetapi batiniahnyapun demikian. Sehingga kekotoran itu bila yang lahiriah itu tumpah keluar menimbulkan bau busuk yang luar biasa, maka begitu juga dengan yang batiniah, bila ia tumpah keluar maka ia akan menimbulkan kejahatan dan kemungkaran yang merupakan kekotoran yang bersifat maknawiyah yang bukan saja merusak dirinya akan tetapi orang lainpun akan merasakan kebusukanrrya serta penderitaan dari kejahatannya. Oleh karena itu kepala kita letakkan, di tempat yang paling rendah yaitu diatas tanah, yaitu tempat jasao kita akan kembali nanti bila ruh kita dicabut Malaikat Maut. Selain itu lubang kubul dan dubur pula diletakan lebih tinggi dari paras kepala kita. Di sini benar-benar Allah ingin tanamkan rasa hina dina itu secara mendalam pada hati kita agar rasa diri hamba betul-betul tertanam dan terhujam ke daiamnya sesuai dengan predikat diri sebagai harnba. Maka diwaktu sujud iniiah kita hancurkan segala kecongkakan, keegoan, dan kesombongan kita untuk segera ditukar dengan rasa hina dina, rasa rendah diri; tawadhuk, rasa lemah, rasa kecii dan kerdii, dan rasa cemas dihadapan Allah SWT. Bila ini dapat dikekalkan maka rasa-rasa ini akan rnembakar semua sifat-sifat jahat yang ada di daiam hati seseorang. Dan dalam masa yang sama ia akan menyebabkan lahirnya serta tumbuh suburnya akhlak-akhlak mulia dafam diri seorang itu seperti pemurah, penyayang, pemaaf, dan mudah meminta maaf; sabar, redha, rajin, tawadhuk, rendah hati, berani, gigih , dll. Tasbih yang kita ulang-ulang itulah bukti pengakuan kebesaran serta ketinggian Tuhan dan kehinaan dan kekerdilan diri kita, yaitu,”Maha Suci Engkau Allah, Tuhan yang Maha Tinggi diatas segalanya dan Engkau saja yang layak menerima segala puja dan puji”.

Jadi ketiga-tiga unsur dalam diri kita, yakni akal, fisikal dan hati (ruh) kita diwaktu ini diproses agar menerima Allah SWT saja sebagai Tuhan yang patut disembah, diagungkan, dibesarkan serta dipatuhi segala perintah dan arahanNya.

Kemudian kita bangkit bangun untuk duduk antara dua sujud dengan memohon “rabbighfirli, warhamni, wajburni, warfa’ni, warzuqni, wahdini, wa’afani, wa’fu’anni.: Tuhanku ampunilah aku, kasihanilah daku, tutuplah aibku angkatlah kedudukanku, mudahkanlah rezeki bagiku, berilah aku petunjuk dan sehatkanlah aku ” Rasakanlah kita sedang diperhatikan Tuhan yang sedang mendengarkan segala permohonan kita itu. Dengan segala rasa kerendahan serta kehinaan kita dihadapanNya kita meminta agar permohonan itu dikabuikan. Karena hanya Dia saja yang dapat menunaikan segala permohonan. itu. Tidak ada lagi dzat lain atau makhluk lain yang mampu menunaikan hajat kita itu di dalam alam ini. Pergantungan dan harapan kita diwaktu ini hendaklah kita letakkan hanya pada Dzat Allah SWT saja. Posisi kita, ibarat pepatah melayu mengatakan,’Telur diujung tanduk’. Artinya, kalau Allah tak kabulkan maka punahlah segala harapan kita untuk mendapatkan keampunan diatas dosa-dosa yang terlalu banyak kita lakukan, kasih sayangNya yang teramat kita perlukan, peningkatan derajat disisiNya yang merupakan harapan kita untuk selamat dunia dan akhirat, rezeki yang halal, panduan untuk keselamatan, dan segala apa yang kita Pohonkan itu. Gambarkanlah keadaan kita sedang merayu-rayu memohon bantuan dari seorang penguasa yang memiliki segalanya. Tentu segala kata-kata yang kita ucapkan akan diluahkan dengan penuh rasa harap, tetapi cemas bila tak diterima permohonan kita. Kalau perlu dengan linangan air mata dan isakan tangis serta sepenuh perasaan agar ditunaikan hajat kita itu.

Setelah itu, pada waktu tasyahud kita membaca attahiyyatul mubarakatus shalawatut thayyibatulillah. Kita kembalikanlah segala kehormatan, keberkatan, keutamaan dan kebaikan itu kepada pemilik yang sebenarnya, yaitu Allah SWT. Walaupun terlihat seperti kifa yang buat sesuatu kebaikan itu, tetapi itu semua tak mungkin berjaya kalau tidak dengan izin, kudrat, dan iradatNya. Bahkan ibadah shalat yang sedang kita kerjakan itupun adalah dengan izinNya jua. Sebab diri yang lemah ini tak akan mampu melakukan sesuatu tanpa keizinanNya bahkan untuk mengangkat kelopak mata inipun kita tak akan mampu tanpa izinNya. Kemudian kita sampaikan salawat dan salam kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW yang telah begitu besar jasanya derigan mengorbankan segala-galanya untuk mengemban tugas kerasulan menyebarkan Islam sehingga kita telah dapat mengamalkannya diwaktu ini. Semoga Allah muliakan serta tinggikan darjatnya disisi Tuhan yang Maha Tinggi dan Maha Mulia. Rasakanlah Rasulullah mendengar salam kita itu serta membalasnya dengan salam yang lebih sempurna lagi kepada kita.

Kemudian berilah salam keatas diri kita sendiri beserta semua hamba-hamba Allah yang soleh-soleh. Barulah dibaca dua kalimah syahadat sebagai pembaharuan ikrar keimanan kita kepada Allah SWT dan juga kepada Nabi Muhammad, Rasulullah SAW.

Inilah kunci atau simpul dari ibadah shalat yang bilamana dari awal shalat tidak dibarengi dengan keikutsertaan dari ibadah shalat yang bilamana dari awal shalat tidak dibarengi dengan keikutsertaan hati atau ruh kita sendiri tidak akan menimbulkan rasa apa-apa. Bila hati sudah terpimpin dengan rasa-rasa yang tepat, maka dua kalimah syahadat ini akan punya dampak yang besar sekali dalam ibadah shalat ini. Dia menyimpulkan semua gerak-gerik, ucapan, fikiran serta rasa hati seorang yang mengerjakan shalat, yaitu bahwasanya, “aku bersaksi bahwa tiada Tuhan yang disembah, diagungkan; dibesarkan, dituruti perintahNya, dicari restuNya, diharapkan redhaNya, didambakan kasih sayangNya dan dirintihkan cinta agungNya melainkan hanya Allah SWT, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah pesuruh atau utusanNya yang membawa kebenaran yang mesti diikuti segala perkataannya, perbuatannya dan yang mesti diteladani perikehidupannya dan yang mesti disalin rasa hatinya untuk keselamatan, kebahagiaan dan ketenangan di dunia dan akhirat”.

Sehingga dengan begitu, apabila selesai shalat maka seseorang seperti bayi yang baru lahir, yang bersih dari dosa-dosa. Dan ia akan dapat menjadi pendorong dan sekaligus pengawas yang amat tajam didalam kita beraktifitas diantara dua waktu shalat.

Leave a comment